Yayasan
sebagai badan hukum di Indonesia memiliki peran penting dan tugas mulia
jika menilik pada tujuan didirikannya. Pasal 1 ayat (1)UU No.16 Tahun
2001 tentang Yayasan menyatakan Yayasan didirikan untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Namun dalam UU yang sama, pada pasal
7 disebutkan bahwa Yayasan diperbolehkan mendirikan badan usaha yang
bersifat prospektif dengan ketentuan penyertaan modal dari Yayasan
maksimal 25 % dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.
Dua pasal ini jelas membawa
implikasi yang berlawanan kedepannya. Jika Yayasan ditujukan
pendiriannya untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, hal itu
jelas harus jauh-jauh dari tujuan Badan Usaha yang semata-mata untuk
mendapatkan keuntungan. Tujuan pendirian Yayasan jelas mengedepankan
prinsip non profit, mengedepankan kepentingan masyarakat, dan murni
merupakan pengabdian.
Namun dengan dibukanya celah bagi
yayasan untuk membuka badan usaha, secara langsung dapat dipertanyakan
apakah yayasan mampu melaksanakan tujuannya sepenuhnya? Karena kalau
berbicara tentang badan usaha, maka pastinya hitung-hitung untung rugi
dan keharusan pengembangan badan usaha dan kepentingan badan usaha tidak
akan bisa dilepaskan.
Meskipun dalam UU Badan Usaha Yayasan
diwajibkan untuk menjalankan kegiatan usahanya untuk tidak bertentangan
dengan maksud dan tujuan yayasan, namun kita tetap tidak akan bisa
membicarakan pengabdian secara utuh untuk tujuan sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, karena pada prinsipnya badan usaha akan penuh dengan
kepentingan, dan keharusan untuk mencapai laba sebanyak-banyaknya untuk
keberlangsungan badan usaha di masa yang akan datang.
Belum lagi pasal 27 UU Yayasan yang
memperbolehkan Yayasan menerima bantuan dari negara dan bantuan tersebut
dimasukkan kedalam kekayaan yayasan yang dapat digunakan sebagai modal
pendirian Badan usaha. Hal ini membawa implikasi yang tidak selalu baik,
karena pendirian yayasan akan rawan untuk disalahgunakan.
Sebagai lembaga yang dilegalkan untuk
menerima bantuan cuma-cuma dari negara, pendirian yayasan bisa saja
tidak lagi murni untuk tujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, namun
juga dijadikan peluang bisnis bagi mereka yang tidak beritikad baik
untuk mengharapkan bantuan negara yang bisa dipergunakan untuk
kepentingan badan usaha yang jelas-jelas berorientasi pada profit, bukan
seratus persen untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Selain itu, keberadaan badan usaha
yayasan juga membuka ruang untuk disalah gunakan oleh para pembina dan
pengurus yayasan untuk memasukkan anggota keluarga mereka sebagai
komisaris maupun direksi di badan usaha yayasan.
Pengaturan yang longgar tentang
siapa-siapa saja yang boleh menjadi organ badan usaha yayasan,
menjadikan badan usaha yayasan rentan menjadi ‘badan usaha keluarga
pembina dan pengurus yayasan’ yang berisi anak, istri atau anggota
keluarga mereka yang lain. Sebab yang dilarang untuk menjadi Komisaris
atau Direksi pada Badan Usaha Yayasan berdasarkan pasal 7 UU Yayasan
adalah Pembina, Pengurus dan Pengawas Yayasan.Aturan Mana yang akan dipakai?
Yayasan diperbolehkan mendirikan badan usaha juga berimplikasi luas. Jika Badan Usaha didirikan oleh yayasan, maka sebagai persekutuan modal dengan kepemilikan saham, maka siapa yang mewakili kepemilikan saham yang ditanamkan oleh yayasan dalam badan usaha yayasan? Karena jelas organ yayasan, baik itu pembinaan, pengurus, dan pengawas yayasan tidak diijinkan menjadi organ badan usaha yayasan. Seandainya terjadi permasalahan pada Badan Usaha Yayasan yang mana saham/modalnya berasal dari yayasan, aturan manakah yang akan dipakai? Karena Pengaturan yang terdapat dalam UU Perseoan Terbatas berbeda dengan pengaturan dalam UU Yayasan.
Maka dari itu keberadaan UU Yayasan perlu ditinjau ulang lagi. Baik dari segi pengaturan pendirian, tujuan, dan pengaturan Badan Usaha Yayasan. Karena tidak akan mungkin Yayasan akan mampu menjalankan tujuan pendiriannya jika disandingkan dengan kepentingan bisnis. Kalaupun yayasan membutuhkan uang untuk menunjang kegiatannya, hal tersebut seharusnya ditanggulangi dengan pola manajemen keuangan yang baik, karena berdasarkan UU Yayasan sumber kekayaan Yayasan bisa berasal dari berbagai sumber, antara lain sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat, wakaf, hibah, hibah wasiat, dan sumbangan dari Negara.
Oleh : Roshanty
Miko Kamal & Associates Legal Assistant
Padang Ekspres • Kamis, 22/03/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar